Senin, 22 Juni 2009

DIA T’LAH PERGI


Sore itu, mendung yang menghiasi langit menghantar perjalananku ke rumah sakit. Disana adikku terbaring lemah tak berdaya, berjuang melawan penyakit yang dideritanya. Kulangkahkan kakiku menuju kamar tempat dia dirawat, menuju tempatnya berjuang untuk sembuh untuk bisa kembali seperti dulu. Kulihat dia sedang tertidur sore itu.Dia memang terlihat sehat. Tak terlihat rasa sakit dari raut wajahnya,namun di dalam hati dan pikirannya, ia merasakan sakit yang mungkin tak dapat kubayangkan sebelumnya. Ia selalu berusaha terlihat baik-baik saja agar aku tidak sedih melihat dia. Aku duduk di kursi di dekat ranjangnya sambil memandangi wajahnya yang cantik. Menemaninya dalam kesunyian. Tak kusangka dia harus mengalami penderitaan ini,yang begitu berat bagi anak seusianya.

“Biyan !”terdengar suara pelan memanggilku.”Kamu sudah bangun ?”jawabku. ”Iya.” sahut Aurel adikku. Suara pelan dari mulut Aurel seolah menggambarkan rasa sakit yang dirasakannya. ”Bagaimana keadaanmu?” tanyaku. ”Aku baik-baik saja, aku pasti sembuh kok kak.”ucap Aurel. Mendengar itu aku pun tersenyum. Aku tersenyum mendengar semangatnya untuk sembuh seperti waktu dulu. Setidaknya aku masih bisa melihat dia tersenyum walau mungkin untuk sekejap saja. Walau aku tahu kemungkinan Aurel untuk sembuh sangat kecil. Aku berusaha tersenyum untuknya,meski dalam hatiku hanya kesedihan yang kurasa. Dalam hati kecilku berdoa kepada Tuhan agar Aurel diberi yang terbaik untuknya.

“Sore !“ suara yang tak asing itu menyapa aku dan Aurel. ”Sore dokter !” sapa Aurel kepada dokter Aldy yang selama ini merawatnya. Tak terasa sudah 3 bulan dokter Aldy merawat Aurel, membantunya untuk sembuh dari penyakit kanker yang dideritanya. ”Sudah merasa baikan, Aurel ?” tanya dokter Aldy. ”Sudah kok, dok. Aku pasti akan segera sembuh.” jawab adikku. Sejenak dokter Aldy memeriksa keadaan Aurel.”Minum obatnya ya, Aurel ! Jangan lupa !” perintah dokter Aldy kepada Aurel. ”Iya dok, aku janji.” jawab Aurel. Aku sedih melihat keadaan Aurel yang seperti ini. Harus minum obat setiap waktu untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakannya, walaupun itu tidak mengobati sakit yang dideritanya. ”Istirahat ya, dokter ingin berbicara dengan kakakmu.” ucap dokter Aldy. ”baik dok, terima kasih ya.” jawab adikku.

Sesaat Setelah itu dokter Aldy mengajakku menuju ke ruangannya untuk membicarakan soal Aurel. Sejenak kami berjalan menuju ruang dokter Aldy yang terletak tidak jauh dari kamar Aurel. ”Bagaimana keadaan adikku ,dok ?” tanyaku. Kukuatkan hati untuk mendengar jawaban dari dokter Aldy. ”Sudah tidak ada harapan lagi. Penyakitnya sudah sangat parah.” jawab dokter Aldy. Hatiku hancur mendengar jawaban dokter Aldy. Aku tak menyangka hal ini terjadi pada Aurel. Ia baru 13 tahun namun harus mengalami hal ini. Perlahan kulangkahkan kakiku keluar dari ruangan dokter Aldy. Dengan perasaan sedih yang kurasakan, aku menuju kantin rumah sakit untuk menenangkan diri. Sungguh aku tak menyangka Aurel harus mengalami hal ini. Dia harus terbaring lemah tak berdaya akibat penyakit yang dideritanya. Aku terdiam sesaat sambil sesekali mengusap air mata yang menetes dari mataku.

Tak lama kemudian kulihat dari kejauhan dokter Aldy datang menghampiriku. Perasaanku mengatakan bahwa dia membawa kabar yang menyedihkan. Dugaanku benar, dokter Aldy membawa berita mengenai Aurel. ”Baru saja adikmu pingsan. Kami mencoba memberi pertolongan yang kami mampu, tapi kami tidak bisa. Kami sudah berusaha semampu kami, tapi kami tak mampu menolong adikmu. Kami minta maaf, Biyan.” ucap dokter Aldy. Air mata mengalir deras dari mataku. Tak tergambarkan perasaanku saat itu. Aku pun berlari menuju kamar Aurel. Aku tidak percaya dia pergi secepat ini. Sesampainya disana kulihat Aurel telah terbujur kaku di ranjangnya. Dia telah pergi meninggalkanku. Tak kusangka aku harus berpisah dengannya secepat ini. Air mataku pun tak tertahn lagi. Aku menangis sembari memandangi wajahnya yang cantik. Dia telah pergi selama-lamanya.

Keesokan harinya hujan turun membasahi bumi. Seolah menggambarkan air mata yang menetes dari mataku yang baru saja kehilangan Aurel. Meski sedih namun aku harus merelakan kepergian Aurel, pergi untuk selama-lamanya. Kutaburkan bunga yang kubawa ke atas tempat peristirahatan terakhirnya. Aku teringat pesan terakhirnya padaku. Aurel berpesan jika dia pergi nanti dia minta supaya aku tidak menangisinya. Namun aku tak bisa. Aku begitu sedih karena Aurel harus pergi secepat ini. Aku juga sedih karena tak mampu memenuhi permintaan terakhirnya. Kini dia telah pergi meninggalkan aku, dan dia telah bahagia di surga.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates